Sejarah Gereja
7 Juli 1601 Bali membuka diri terhadap pengaruh Belanda. Raja Dewa Agung Dalem Bekung mengeluarkan surat yang mengijinkan orang Belanda datang dan berdagang di Bali. 1635 Raja Dewa Agung Dalem Dimade mengirim surat kepada Portugis di Malaka mengenai perdagangan dan undangan kepada para misionaris untuk datang ke Bali. Raja juga mengijinkan rakyat Bali untuk memeluk agama Kristen.
11 Maret 1635 Pastor Manuel De Azevedo SJ dan Pastor Carvalho SJ datang ke Bali November 1890 Bali dikunjungi oleh pastor SJ dari Jawa (kunjungan rohani untuk para pegawai pemerintah)
10 Maret 1891 Vikaris Apostolik Batavia yakni Pastor Luypen SJ mengajukan surat permohonan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda W.G.C. Pijnachir Hordijk untuk minta ijin penempatan satu atau dua misionaris di Bali. 1896 Pastor Le Cocq d’Armandville yang bertugas di Irian kemudian ditugaskan ke Bali. Dia meninggal sebelum ke Bali. Kemudian datanglah Pastor Fischer (pastor tentara) ke Klungkung dan Badung 1898 Pastor Timmers (pastor tentara) berada di Lombok.
6 April 1914 Mgr. P. Noyen SVD meminta ijin kepada Gubernur Jenderal di Batavia untuk membuat kunjungan keagamaan ke Bali sebanyak tiga kali setahun.
12 September 1914 Mgr Noyen SVD berkunjung ke Bali.
Desember 1914 Mgr Noyen SVD kembali ke Bali untuk mengunjungi orang Eropa dan Melayu yang berdiam di Bali.
1919-1920 Mgr. P. Noyen SVD, Pastor De Lange SVD, Frater S. Buis SVD berusaha mendirikan sekolah di Bali (di Klungkung) dan berusaha mendapatkan ijin dari Gubernur Jenderal.
24 Februari 1921 Mgr Noyen SVD menulis sebuah surat yang sebagian isinya sebagai berikut : “. . . Semoga waktunya segera tiba, misionaris-misoinaris kita bisa bekerja di Bali; tetapi hanya imam-imam yang sungguh-sungguh rendah hati, sabar, kudus dan terpelajar akan berhasil di tengah-tengah umat Bali". Selama sepuluh tahun pertama karya misi di sana tidak akan dapat mengharapkan pertobatan tetapi bila waktunya tiba untuk mulai panenan, saya yakin bahwa orang-orang Kristen Bali akan menjadi orang-orang yang mampu untuk memegang jabatan-jabatan dalam perniagaan, kesenian, politik atau jabatan kegerejaan. Tuhan akan meminta kurban dan mungkin sekali hidup para misionaris . . . Tetapi dalam roh saya telah membayangkan Bali dimahkotai dengan gereja-gereja Katolik”
26 September 1920 Pemerintah Belanda akhirnya mengabulkan permohonan Mgr. Noyen untuk pendirian sekolah di Bali. Jawatan pendidikan kemudian mendesak Pastor De Lange untuk segera mulai karya itu, tetapi tidak bisa. Pastor Simon Buis agak menyesal bahwa kesempatan emas ini tidak dapat dimanfaatkan karena “kekurangan personalia” waktu itu. Dan pada saat ijin itu keluar Mgr Noyen SVD sedang berada di Eropa, dan akhirnya wafat di sana.
Januari 1930 Pendeta Kristen Protestan bernama Pendeta Tsang To Hang (ada juga yang menyebutnya sebagai Tsang Kam Foek), lebih terkenal sebagai Pendeta Chang atau Tuan Chang, yang berasal dari Christian Missionary Alliance (CMA), datang ke Bali. Ijin yang dikeluarkan bagi Pendeta Chang adalah untuk melayani orang-orang Kristen keturunan China yang ada di Bali.
11 November 1931 Pendeta R.A.Jaffray membaptis 12 orang Bali pertama yang dipimpin oleh I Made Gepek (atau Pan Luting): 5 orang dari Buduk, 4 orang dari Untal-untal, 2 dari Abianbase, dan 1 orang wanita (tidak tercatat nama dan asalnya). Di kemudian hari ada beberapa orang dari Tuka yang ikut dibaptis, termasuk di dalamnya I Wayan Dibloeg dan I Made Bronong. Keduanya kemudian dikirim bersekolah di Gereja Kemah Injil di Makasar. Karena ajarannya yang ekstrem dan cenderung menyakiti perasaan orang Bali, maka terjadi kehebohan. Orang-orang yang menjadi Kristen dihukum adat ‘kasepekang’. Demi hukum, pendeta Chang diusir. Kelompok Kristen di Tuka berdiri sendiri, tidak mau bergabung dengan kelompok lainnya.
11 September 1935 Pastor van der Heyden, SVD datang ke Denpasar, Bali, mengantar Pastor J. Kertsten, SVD. November 1935 I Wayan Dibloeg dan I Made Bronong bertemu dengan pastor Kersten di sebuah rumah di Jalan Kepundung, Denpasar. Mereka menjual Kitab Suci berbahasa Bali “Orti Rahayu Manut Pangrencanaan Dane Lukas” (Kabar Gembira karangan Lukas) Mereka mulai berdiskusi tentang perbedaan Katolik dan Protestan. Pastor Kersten mengajarkan tentang sakramen.
17 April 1936 I Made Bronong menyerahkan kedua puteranya yakni Daniel I Wayan Regig dan Yohanes I Made Rai untuk dibaptis menjadi Katolik. 6 Juni 1936 Pada hari raya Pentakosta I Wayan Dibloeg dan I Made Bronong dibaptis ke dalam pangkuan Gereja Katolik. I Wayan Dibloeg diberikan nama baptis Timotius, sedangkan I Made Bronong diberi nama baptis Barnabas. Mereka pun mengutus Pan Tantra ke Gumbrih untuk mengajak saudara di Gumbrih mengikuti jejak mereka.
12 Juli 1936 Setelah terjadi mukjizat penyembuhan atas I Timpleng, anak dari I Mulat, tersebarlah berita itu ke mana-mana. Mendengar itu, I Wayan Dibloeg dan I Made Bronong dipanggil menghadap raja Badung, Cokorda Kranyah. Secara politis raja tidak berkeberatan dengan rakyat Bali memeluk agama lain. Setelah itu, agama Katolik semakin subur. Beberapa orang lain ikut dibaptis yaitu: I Tabuh (Pan Sekar), I Made Tangkeng (Pan Paulus), Nyoman Regeg dari Padangtawang (Pan Maria), I Geleboeg (Pan Sarah – di kemudian hari akhirnya kembali menjadi Kristen Protestan Kemah Injil), Anak Agung Nyoman Geledig (dari Tangeb), dll. 12 Juli 1936 Pastor Kersten meletakkan batu pertama pendirian gereja pertama di Bali. Peletakan batu pertama itu dihadiri oleh Pastor Van der Heyden SVD yang merintis misi di Lombok dan Pastor Conrad SVD. Gereja dibangun di atas tanah ‘bekas sanggah’ soroh Pande di Tuka. I Gede Narpa (Pan Siana) mengambil inisiatif untuk memimpin keluarga para Pande itu dalam menyerahkan tanah tersebut. Gereja pun memberikan tanah penukar.
30 September 1936 Pastor Simon Buis tiba di Singaraja. Seperti Pastor Kersten, beliau juga memiliki semangat missioner yang sangat tinggi. Sekembalinya dari cuti di Eropa dan Amerika, beliau langsung ditugaskan menggantikan/menjadi pengganti Pastor Kersten dan menjabat sebagai “Superior Missionaris” - beliau emban sampai November 1950.
9 November 1936 Pastor Kersten SVD pergi ke Flores ditemani oleh I Wayan Dibloeg dan I Made Bronong
27 November 1936 Pastor Buis berkirim surat ke Flores dan mengatakan bahwa ‘kapela sudah hampir rampung, dan sudah dipakai untuk mengajarkan katekismus dan banyak mendapat kunjungan dari anak-anak Protestan dari Buduk’.
25 Desember 1936 Beberapa orang lagi dibaptis. Karena gereja belum selesai sepenuhnya, maka pembaptisan dilakukan di ruman I Made Bronong yang terletak di sebelah gereja.
14 Februari 1937 Gereja Katolik yang pertama di Bali diresmikan oleh Mgr. Abraham dari Michigan City, Amerika Serikat, yang kebetulan berkunjung ke Bali dalam perjalan pulang dari Filipina. Gereja mungil berlantai tanah itu memiliki ukuran bangunan 10 x 7.5 m. Untuk merayakan peristiwa besar ini, diadakan pesta bebalihan (tontonan budaya) besar-besaran berturut-turut 3 hari. Di kemudian hari, gereja ini dipugar dan diperindah oleh Pastor Van Iersel.
Maret 1937 Pastor Simon Buis mencanangkan pembangunan pastoran di Tuka. Pembangunan menggunakan tukang-tukang bangunan lokal dari Tuka dan sekitarnya dengan kepala tukang bernama I Gusti Made Rai Sengkoeg (Gusti Made Rai) dari banjar Pendem.
Juni 1937 Pembangunan pastoran itu diselesaikan. Pastor Simon Buis mulai tinggal di Tuka. Karena faktor Pastor Simon Buis yang melayani, dan sangat berbeda dengan Pendeta Chang, maka beliau sangat dicintai di Tuka. Orang Katolik kembali diijinkan menggunakan kuburan setra pakraman di Pura Dalem. Untuk itu, Cokorda Gambrong datang ke Tuka dengan naik kuda.
1937 Ajaran Katolik masuk di Batulumbung, dibawa oleh Pan Paulus 1938 Ajaran Katolik masuk di Buduk melalui Pan Tambeling, balian dari banjar Pasekan. Guru pengajar adalah Pan Paulus, Pan Rosa, Pan Sekar.
939 Ajaran Katolik masuk ke Tangeb melalui Pan Tambeling. Pastor Buis dibantu oleh Pan Paulus, Pan Regig dan Pan Rosa. Pelajaran dilakukan di rumah Nang Pantil, banjar Bebengan.
15 September 1940 Setelah mendapat ijin dari Belanda dan Raja Bali, Pastor Buis memimpin 18 kepala keluarga dari Tuka (dan sekitarnya) dan 6 kepala keluarga dari desa Gumbrih untuk melakukan transmigrasi lokal ke Palasari. Penguasa Bali sesungguhnya ingin membiarkan orang Katolik itu pergi jauh-jauh dari desanya masing-masing supaya tidak menimbulkan masalah. Tetapi orang Katolik menerima ijin ini sebagai anugerah dari Tuhan.
17 September 1940 Pemberkatan kapela pertama di Babakan 15 Desember 1940 Gereja St. Theresia di Tangeb diberkati.
18 Desember 1942 Pendudukan Jepang. Pastor Simon Buis ditangkap di Singaraja dan dipenjara di sana. Pastor De Boer berjalan kaki ke Gilimanuk dan terus bergerak sampai di Surabaya dan ditangkap di sana; dipenjara di Bandung. Pastor Kersten yang sedang retret di Flores ditangkap dan dikirim ke penjara di Makasar. Umat Katolik berjumlah 300-an jiwa hidup tanpa gembala. Pastoran Tuka diserbu oleh orang-orang dari Dalung. Semua barang dijarah, yang tersisa hanya sebuah pahatan salib dari kayu dan ukiran Perjamuan Terakhir dari batu yang berasal dari Sumba.
5 Mei 1946 Pastor Simon Buis dan Pastor Kersten kembali dari tawanan.
1947 I Gusti Made Rai Sengkoeg berhasil membantu Pastor Buis untuk membeli sebidang 'tanah keramat' dari I Made Regug dengan harga 150 Gulden. Tanah ini untuk membangun Gereja Kepundung. Agustus 1949 Sekolah Rakjat (SR) dibangun di Tuka. Pada awalnya sekolah ini berdiri di depan pastoran, di depan gereja, dan di sebelah utara rumah Pan Sarah (I Geleboeg).
10 Juli 1950 Bali dan Lombok ditingkatkan status misinya menjadi Perfektur Apostolik di bawah pimpinan Mgr. H. Hermens SVD. Missionaris Bali/Lombok ditambahkan dengan datangnya Pastor B. Blanken SVD, Pastor C. Van Iersel SVD, Pastor J. Flaska SVD dan Pastor N. Shadeg SVD. Semua missionaris ini masih dibatasi Ijin Kerja berdasarkan # 177 I.S. pemerintah kolonial Belanda. Ada ± 1200 orang Katolik dan 19 katekumen, 9 imam SVD, 1 klinik, 8 buah gereja dan kapel. Pastor Simon Buis, karena sakit, berangkat berobat ke Belanda.
25 Juli 1951 Surat dari Mr. Iskak Tjokrohadisurjo (Menteri Dalam Negeri) yang ditujukan kepada Gubernur Kepala Daerah Sunda Kecil di Singaraja. Surat itu antara lain menyatakan bahwa “pasal 177 tidak dianggap masih berlaku”.
15 November 1951 Datang surat SK Presiden RI Soekarno yang berdaulat dan Surat Gubernur Sunda Kecil - Mr. Susanto Tirto Prodjo antara lain berbunyi : . . . “ Pemerintah tidak berkeberatan akan pemasukan pemuka-pemuka agama apa saja ke Bali . . . Jika rakyat di Bali telah insaf akan adanya kebebasan beragama maka seyogyanyalah peraturan-peraturan (awig-awig) itu disesuaikan dengan keadaan baru terutama dengan maksud Pancasila, yang menjadi dasar pokok Negara kita sekarang”.
1951 Ajaran Katolik masuk ke Pelambingan dibawa oleh Pastor Van Iersel, Pastor Apeldoorn, dibantu oleh Pan Regig, Pan Rosa dan Pan Paulus. Pelayanan kesehatan oleh Ibu Oei.
7 Desember 1955 Gereja kepundung diberkati oleh Mgr. Hubertus Hermens SVD. Pembangunan gereja Kepundung oleh Bruder Ignatius De Vries SVD dibantu tukang I Gusti Made Rai Sengkoeg.
15 Agustus 1956 Gereja Katolik di Buduk ditahbiskan dengan nama pelindung Santa Maria Asumpta.
24 Desember 1958 Permandian di Tuka untuk umat perdana di Pelambingan, Pengilian, Tibubeneng, dan Dama.
3 Juli 1953 Pastor N. Shadeg SVD mendirikan SMK Seminari di Tangeb didukung oleh Mgr H. Hermens SVD 1955 Pastor Kersten menerbitkan buku doa Pangabakti edisi pertama 1956 Seminari dipindahkan ke Tuka 27 Januari 1957 Saudara di Palasari mulai membangun gereja. Arsitek Ida Bagus Tugur dan Br. Ignatius Devries SVD. Kepala tukang I Gusti Made Rai Sengkoeg.
1958 Puteri Bali pertama I Wayan Rika menjadi biarawati dengan nama Suster Hubertine OSF
13 Desember 1959 Mgr. Albertus Albers O.Carm, Uskup Malang, mentahbiskan gereja Hati Kudus Yesus di Palasari 1959 Pembangunan biara OSF di Tuka
3 Januari 1961 Status misi di tanah Bali ditingkatkan dari Perfektur Apostolik Denpasar menjadi Keuskupan Denpasar dengan uskup yang pertama Mgr. Dr. P. Sani Kleden SVD 1963 Setelah konsili Vatikan II, Pastor Kersten mencanangkan penterjemahan Injil ke dalam bahasa Bali. Beliau dibantu oleh I Made Bronong dan I Gusti Putu Oka
30 September 1965 Indonesia diguncang oleh peristiwa sejarah yang sangat memilukan yakni pemberontakan G-30-S PKI. Pemberontakan ini akhirnya menumbangkan Presiden Soekarno dari tampuk kekuasaan. Terjadi penumpasan partai PKI di seluruh Indonesia. Pak Narpi dan Cokorda Mayor Oka banyak berperan dalam menyelamatkan para calon korban
30 Oktober 1965 Menjelang hari Kristus Raja, di Tuka dipermandikan 145 orang Bali dari 57 keluarga (dari 14 banjar) dalam upacara pembaptisan yang berlangsung 3 jam. 9 April 1966 Pada hari Raya Sabtu Paska dipermandikan juga sebanyak 108 orang (dari 55 keluarga) yang berasal dari Tuka dan sekitarnya.
23 Januari 1966 Rasul perdana Barnabas I Made Bronong, terkenal dengan sebutan Pan Regig, meninggal dunia.
10 Juli 1978 Pastor Yohanes Tanumiharja SVD ditahbiskan di Gereja Seminari Tuka - sebagai gereja Paroki Tuka waktu itu. Beliau adalah putera dari P. I Wayan Renak dan Ph. Ni Wayan Geledag. Setelah mengabdikan hidup kepada Kristus di beberapa paroki dengan prestasi gemilang, akhirnya setelah melalui proses yang panjang dan berbelit, beliau meninggalkan paroki Singaraja pada tahun 2010.
1979 & 1980 Tuka kembali tidak memiliki pastor paroki walaupun ada pastor tinggal di pastoran Tuka.
14 Februari 1984 Pentahbisan gereja Tritunggal Mahakudus Tuka oleh Mgr. Vitalis Djebarus SVD. Tuka, Betlehem Bali, sesungguhnya praktis tidak pernah memiliki gereja sendiri sejak 1968.
15 Agustus 1986 Pastor Hubertus Hadi Setiawan Pr ditahbiskan menjadi imam di gereja Tritunggal Mahakudus Tuka.
14 Februari 1987 Pesta Emas 50 Tahun paroki Tritunggal Mahakudus Tuka
28 Juli 1987 Pastor Raymundus Made Rai Sudhiarsa SVD ditahbiskan di gereja Tri Tunggal Mahakudus Tuka. Beliau adalah putera dari I Ketut Redog dan I Gusti Ayu Ketut Kelemun (keluarga GKPB), asal banjar Pendem, Gaji.
1990 Awal dimulainya liturgi inkulturatif di Tuka 14 Juni 1992 Membeli seperangkat gamelan dengan saih Bes di Blahbatuh.
1992 Komunitas anak-anak Tarcisius dimulai dengan restu dari Pastor Robert Rewu SVD September 1993 Kunjungan Uskup Asia Pasifik ke Tuka 1996 Pangebakti edisi III diluncurkan dengan tambahan beberapa bagian baru.
29 Februari 1996 Kunjungan Kardinal Roger Eutchagaray, utusan Paus Yohanes Paulus II. Umat Tuka menitipkan sebuah udeng untuk Bapa Suci.
21 April 1996 Rasul Rufinus I Made Tangkeng, yang terkenal dengan sebutan Pan Paulus, dipanggil Tuhan. 16 Oktober 1996 Rasul Timotius I Wayan Dibloeg, yang terkenal dengan sebutan Pan Rosa, dipanggil Tuhan. 1996 Pembangunan gedung Neka Wiguna Mandala
Januari 1997 Kunjungan Patung Maria Ratu Perdamaian dari Lisbon, Portugal, ke Tuka
24 September 1997 Pastor Yohanes I Nyoman Suryana Pr ditahbiskan di gereja Tri Tunggal Mahakudus Tuka. Beliau adalah putera dari Vincentius I Made Sen dan Maria Ni Made Pica, asal Tuka.
Januari 1998 Kunjungan uskup Asia Pasifik ke Tuka
11 Juni 1995 Pembangunan Koperasi Tritunggal Tuka oleh Pastor Robert Rewu SVD dengan tokoh-tokoh awam.
23 April 1999 Pesta Emas Imamat Pastor N. Shadeg SVD
19 Desember 1999 Rekaman sendratari Pamedalan Ida Sang Hyang Yesus oleh TVRI, yang kemudian memicu masalah di Bali
2000 - Proses pensertifikatan tanah-tanah gereja oleh Pak Alex Gunarsa dan Bapak Eddy Nyoman Winarta SH
11 Januari 2004 Sekeha gong anak-anak dibentuk
11 Oktober 2005 Pastor Siprianus Ketut Setiawan SVD dipanggil Tuhan. Beliau wafat di Timor, dimakamkan di makam para imam di Palasari pada 13 Oktober 2005 8 Mei 2006 Pastor N Shadeg SVD dipanggil Tuhan. Beliau dimakamkan di Palasari pada
9 Mei 2006 29 November 2006 Kunjungan Kardinal Yulius Darmaatmaja SJ dan 30 Uskup Asia ke Tuka
16 Juni 2009 Pesta perak 25 Tahun Imamat Pastor Paulus Payong SVD
15 Agustus 2009 Pesta Emas karya OSF di Tuka
6 Mei 2010 Pastor Pankratius I Made Mariatma, SVD meninggal dunia di RS. RKZ Surabaya. Beliau menderita sakit komplikasi diabetes yang cukup lama. Misa requiem diadakan di Gereja Kulibul, pada tanggal 8 Mei 2010 kemudian beliau dimakamkan di Kuburan Imam di Palasari.
30 Mei 2010 CU Simon Buis dibentuk dan diresmikan oleh Mgr Dr Silvester San Pr
2010 Paroki membeli tanah keluarga Nang Kantun seluas 22 ara
14 Februari 2011 Mgr Dr Silvester San Pr membuka tahun Yubileum 75 tahun paroki Tritunggal Mahakudus Tuka
19 Juni 2011 Gedung pastoran dirubuhkan
23 Oktober 2011 Penerimaan Sakramen Krisma
14 Februari 2012 Perayaan Puncak Yubelium 75 Tahun Gereja Katolik Tuka, yang dipimpin oleh Mgr. Silvester San, Pr. Perayaan didahului dengan Perarakan Sakramen Mahakudus dari Paroki Roh Kudus Babakan. Perarakan dimeriahkan dengan 75 Gegebogan yang diusung oleh Ibu-ibu, Baleganjur dari Paroki Babakan, Kulibul dan Tuka, Marching Band dari anak-anak SDK Thomas Aquino dan SMPK Thomas Aquino. Perayaan puncak ditandai peluncuran Buku Pangabakti, Buku Sejarah Orti Rahayu dan Film Dokumenter. Perayaan juga dihadiri oleh Bupati Badung Anak Agung Gede Agung, Ketua DPRD Badung I Nyoman Giriprasta, Anggota DPRD Kabupaten Badung yang berasal dari Kuta Utara, Bendesa Adat Tuka, Kelihan Adat Tuka, dan Tokoh-tokoh Masyarakat lainnya.
24 Juni 2012 Sosialisasi Buku Pangabakti ke Gereja Palasari 1 Juli 2012 Misa syukur perayaan Pesta Perak Imamat Rm. Raymundus I Made Sudhiarsa SVD, yang tepatnya pada tanggal 28 Juni 2012. Perayaan dipimpin oleh Mgr. Silvester San, Pr.
14 Agustus 2012 Tepat enam bulan setelah Yubelium 75 tahun Gereja Katolik Tuka, Gereja Tuka kehilangan sang ketua Panitia, seorang Tokoh besar, Bapak Alex Nyoman Gunarsa. Beliau meninggal dunia dalam perjalanan mengantar wisatawan ke Puncak Gunung Bromo, karena menderita sesak nafas akibat kedinginan. Jenazah dijemput oleh ketua DPP I I Gusti Ngurah Darmadi dan Ketua DPP 3 Nyoman Robi Dewantara, ditemani oleh keluarga: Bapak Nyoman Yasa, Ketur Suyanto dan Puteri beliau Ni Made Astuti. Pak Alex dikuburkan pada tanggal 16 Agustus 2012.
16-19 Nov 2012 Live In 204 anak-anak SMA Trinitas Bandung dengan 10 orang pembina. Mereka tinggal di rumah umat dan di PA Sidhiastu Tuka, untuk hidup bersama dan belajar tentang Gereja Tuka dan keharmonisan kehidupan masyarakat. Kegiatan dipusatkan di Gereja Tuka dan berkunjung ke Kopdit Tritunggal Tuka, LPD Desa Adat Tuka, Pura Dalem dan Pura Desa, Seminari Roh Kudus Tuka dan ke usaha-usaha umat.
21-25 Jan 2013 Perayaan 100 Tahun SVD dan 35 Tahun SVD Provinsi Jawa. Perayaan dihadiri oleh 137 Biarawan SVD yang tinggal di rumah-rumah umat. Misa puncak dipimpin oleh Mgr. Silvester San Pr. 25-27 Okt 2013 Jumpa Orang Muda Katolik se-Dekenat Bali Timur, diadakan di Paroki Tuka, dengan tema “Beriman Total Menuju Pribadi Efektif.”
1966 Setelah peristiwa PKI mereda, Gubernur Bali Soetedja memutuskan melarang orang bukan Hindu dikuburkan dipekuburan Hindu. Terjadi kegoncangan hebat di Tuka, dan daerah lain yang menjadi kantong-kantong Katolik atau Kristen.
1 Januari 1968 Pemisahan paroki Tuka menjadi paroki utara dan selatan. Babakan mulai menjadi pusat paroki selatan.
8 Desember 1968 Mgr Paulus Sani K SVD mentahbiskan gereja Roh Kudus, Babakan. Mayor Cokorda Gede Oka mengundang korps musik dari Kodam Udayana dalam meramaikan pesta ini. Beliau juga mengundang sekeha gong Angklung dari Gianyar.
9 Juli 1969 Pastor Servatius Subhaga SVD ditahbiskan menjadi imam asli Bali pertama. Nama asli beliau adalah I Nyoman Rongsong, putera lelaki tunggal dari I Wayan Gulis dan seorang ibu pendoa yang sangat rendah hati dan bersahaja bernama Lusia Ni Made Renta (Men Rongsong), dari Batulumbung, Tuka.
1970 Pangabakti edisi II diluncurkan. 31 Juli 1973 Pastor Siprianus Ketut Setiawan SVD ditahbiskan di Gereja Seminari Tuka - sebagai gereja Paroki Tuka waktu itu. Beliau adalah putera dari Rufinus I Made Tangkeng (Pan Paulus) dan Rufina Ni Wayan Sadri dari Batulumbung, Tuka.
1973 Pastor Mariatma SVD membeli seperangkat gamelan gong di Tihingan. Ini menjadi titik awal liturgi bernuansa Bali di Tuka.
29 Juni 1974 Pemberkatan kapela Santo Petrus & Paulus, Batulumbung oleh Mgr. Antonius Thijsen SVD 1974-1976 Krisis pangan melanda Tuka karena kekeringan, serangan hama tikus dan wereng
14 Desember 1976 Pastor Petrus I Nyoman Giri Pr ditahbiskan pada di Denpasar. Beliau adalah putera dari Rufinus I Made Tangkeng (Pan Paulus) dan Rufina Ni Wayan Sadri. Beliau terkenal karena kecerdasannya dan kepiawaian beliau dalam berkotbah. Namun Tuhan berkehendak lain karena akhirnya beliau meninggalkan kaul imamat dan memutuskan untuk hidup berkeluarga.
1976 Tuka sempat tidak memiliki pastor paroki walaupun ada pastor tinggal di pastoran Tuka